LABUANBajo merupakan destinasi pariwisata super prioritas yang memiliki pesona alam yang menakjubkan dan terkenal sebagai habitat Komodo, kadal purba yang mendunia memberikan kesan tersendiri bagi wisatawan yang berpetualang ke tempat ini.. Sore ini, Hamish Daud dan Sere Kalina juga akan #MenyapaDesa Wae Rebo, yang terkenal dengan sebutan Weleft from Labuan Bajo to Wae Rebo by car and it took approximately 6.5 hours with one breakfast stop in between. The roads are in such bad condition with potholes literally on the entire journey. This really slow down the journey. Roads are narrow, with enough space for a car to maneuver comfortably. However, it is a two-way road. DesaLiang Ndara, Desa Wae Rebo, Pantai Pink, Sawah Lingko: 3 hari 2 malam (A) Pulau Padar, Pulau Rinca, Pulau Kelor, Gili Laba, Atol Mangiatan: 3 hari 2 malam (B) Harga Open Trip Labuan Bajo: Menggunakan Kapal Ukuran Standar AC Harganya Kisaran Rp. 2.400.000/Orang; Fast Money. The traditional village of Wae Rebo in the district of Manggarai on the island of Flores, East Nusatenggara, has received the Top Award of Excellence from UNESCO in the 2012 UNESCO Asia Pacific Heritage Awards, announced in Bangkok on 27 August 2012. This small and isolated village was recognized for its rebuilding of the traditional Mbaru Niang traditional house based on the spirit of community cooperation towards a sustainable tradition, while at the same time improving its village welfare. Wae Rebo is a small, very out of the way village. Situated on around 1,100 meters above sea level and approximately 3 - 4 hour travel by foot from Denge Village. Wae Rebo is completely surrounded by panoramic mountains and the dense Todo forest. This tropical forest is rich in vegetation, where you will find orchids, different types of ferns and hear the chirping of many songbirds. There is also no mobile coverage in this village, and the electricity is only available from 6 to 10 pm. The air is relatively cold, especially in the dry season, so don’t forget to bring your jacket if you’re planning to visit the village. Founder of the village and, therefore, their main ancestor who built the village some 100 years ago, was a man called Empu Maro. Today, the inhabitants are his 18th generation descendants. Wae Rebo’s main characteristics are their unique houses, which they call Mbaru Niang that are tall and conical in shape and are completely covered in lontar thatch from its rooftop down to the ground. It appears that at one time such kind of houses were quite common to the region. But today, it is only this village that continues to maintain the typical Manggarai traditional house, without which these unique houses would have been completely fazed out. The house has five levels, each level designated for a specific purpose. The first level , called lutur or tent, are the living quarters of the extended family. The second level, called lobo, or attic, is set aside to store food and goods, the third level called lentar is to store seeds for the next harvest, the fourth level called lempa rae is reserved for food stocks in case of draught, and the fifth and top level, called hekang kode, which is held most sacred, is to place offerings for the ancestors. One special ceremonial house is the community building where members of the entire clan gather for ceremonies and rituals. They are predominantly Catholic but still adhere to old beliefs. In this house are stored the sacred heirloom of drums and gongs. With a small population of around 1,200 inhabitants only, the village comprises 7 houses. The staple diet of villagers is cassava and maize, but around the village they plant coffee, vanilla, and cinnamon which they sell in the market, located some 15 km. away from the village. Lately, however, Wae Rebo has grown in popularity as a tourist destination for international ecotourism enthusiasts, and this has added to the economic welfare of the village. The people of Wae Rebo warmly welcome visitors who wish to see their village and experience their simple traditional life. Desa tradisonal wisata Wae Rebo Village, merupakan salah satu destinasi menarik yang bagus sekali dikunjungi ketika berada di Flores. Wae Rebo adalah desa terakhir di Manggarai, Flores Barat dengan rumah berbentuk kerucut khas Manggarai yang disebut “mbaru niang” yang masih dapat di daerah perbukitan Flores Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia Anda yang ingin sekali berwisata budaya, sejarah sekaligus alam, maka desa satu ini sangat cocok untuk menemani perjalanan wisata Anda. Apa saja yang bisa didapatkan di sini?Di mana lokasi Wae Rebo Village? Wae Rebo merupakan sebuah desa yang terpencil dan hanya bisa dicapai dengan lima jam perjalanan dari pusat kota labuan bajo Flores menggunakan mobil dilanjutkan dengan wisata ini berlokasi di kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur, tepatnya di kecamatan Satar Mese, desa menuju ke desa ini cukup sulit untuk karena datarannya yang tinggi. Untuk mencapai desa ini, Anda harus melakukan perjalanan yang menantang. Desa adat ini dapat diakses 6 km dari Desa Dintor menuju Desa Denge menggunakan sepeda dari Denge ke kawasan wisata ini cukup berat, membutuhkan waktu sekitar 3 jam berjalan kaki melewati hutan dan menempuh perjalanan wisata yang jauh, tentu saja membuat desa ini hampir tidak dikenal, bahkan oleh masyarakat di Pulau Flores sekalipun. Padahal, Wae Rebo sendiri masih lumayan dekat dengan Labuan sini, Anda bisa menyaksikan rumah berbentuk kerucut yang unik. Semua yang ada di kawasan ini benar-benar dilestarikan sendiri oleh masyarakat sekitar dan itulah yang menjadi keunikan dari wisata Wae Menarik Desa Wisata Wae ReboKeunikan apa saja di desa wae rebo? Ada beberapa hal yang menarik dari desa wisata di Flores ini dan menjadikannya sebagai daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang mengunjungi. Apa aja sih hal menarik dari Destinasi Wae Rebo itu sendiri?Hanya Ada 7 Rumah Dengan Desain UnikDesa ini hanya memiliki tujuh rumah yang disebut Mbaru Niang. Rumah adat yang berasal dari Flores ini berbentuk kerucut dan terdiri dari lima lantai dengan tinggi sekitar 15 adat ini sangat jarang ditemukan kecuali di Desa Wae Rebo. Selain Mbaru Niang, ternyata setiap rumah di desa ini juga memiliki nama rumah terbesar yang disebut Niang Gendang Maro, dan menjadi tempat tinggal kepala desa. Sementara untuk nama rumah adat lainnya adalah Niang Gena PirongNiang Gena NdoromNiang Gena MaroNiang Gena JekongNiang Gena Mandok2. Mempunyai Makna FilosofisRumah-rumah yang ada di sini tidak hanya menjadi artefak, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Rumah yang berbentuk kerucut merepresentasikan ikatan dan harmonisasi antara manusia dan alasan mengapa Mbaru Niang memiliki lima lantai yang tingginya 15 meter adalah, karena tanah yang lebih rendah melambangkan kematian sehingga dibuatlah bangunan yang tinggi. Bahkan, di tanah ini, orang-orang Wae Rebo menguburkan kerabatnya yang lantai tertinggi Mbaru Niang digunakan untuk menyimpan hasil panen dan juga mewakili hubungan spiritual antara manusia dan Tuhan. Lantai ini juga merupakan tempat masyarakat Wae Rebo menjalankan ritual keagamaannya. Mereka juga menggunakan lantai ini untuk mempersembahkan hasil musim panen kepada Teknik Pembangunan Rumah Kerucut yang RumitPenduduk desa adalah penjaga budaya di kampung adat ini, dan bangunan rumah dengan bentuk kerucut ini menerapkan teknik membangun yang rumit. Teknik membangun rumah ini diturunkan dari generasi ke generasi dan uniknya diwariskan hanya melalui kata-kata yang tidak ada catatan dalam tulisan sehingga penduduk setempat hanya mengandalkan teknik secara verbal. Sayangnya, pengetahuan itu mau tidak mau memudar seiring berjalannya karena itu, ada sebuah proyek konservasi besar untuk melestarikan arsitektur tradisional yang terancam punah. Proyek ini dilakukan dari 2009 hingga Rumah Asuh memprakarsai dan memfasilitasi kebangkitan teknik tradisional yang dipimpin masyarakat Wae Rebo, sehingga memungkinkan semua rumah asli dibangun Memenangkan Penghargaan UNESCOAwalnya, rumah adat di desa ini hanya tersisa 4 sampai kemudian ada proyek konservasi besar-besaran dan terbentuklah lagi 7 rumah berbentuk kerucut. Proyek ini telah memenangkan penghargaan internasional dan memberikan penghargaan tertinggi pada rumah adat ini sebagai salah satu Konservasi Warisan Budaya UNESCO Asia Pasifik 2012 dan ada juga Penghargaan Institut Arsitek Indonesia untuk Memiliki Banyak Sekali Tanaman yang DibudidayakanWae Rebo terkenal dengan tanaman terbaiknya seperti vanili, madu, dan kopi. Bertani kopi telah menjadi mata pencaharian masyarakat secara penanaman kopi alami yang ramah burung, tanpa menggunakan bahan kimia, sangat dihargai di pasar internasional dan itulah yang membuat biji kopi yang ditanam di desa ini benar-benar Anda ingin sekali menikmati hasil budidaya di kawasan wisata ini, tenang saja! Sebagai tempat wisata, masyarakat setempat juga menyediakan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke desa seperti kerajinan tangan, kopi lokal, vanili dan kayu Memiliki Legenda UnikFakta yang lebih unik tentang desa adat ini adalah masyarakat yang tinggal di sini percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari Minangkabau, Sumatera. Artinya, pada masa lalu, orang Minangkabau merantau ke dataran tinggi di Flores, bermukim di daerah itu dan lahirlah Wae mengatakan bahwa seseorang bernama Maro yang berasal dari Minangkabau adalah tokoh yang menyatukan orang-orang dari etnis berbeda. Ia menyarankan mereka untuk menetap di sebuah tempat tinggal dan mengesampingkan perbedaan tinggalah mereka di desa adat ini. Dipercaya juga bahwa desa ini sudah berdiri sekitar 19 generasi. Jika dihitung, maka diperkirakan desa ini sudah ada sekitar 1000 yang Bisa Dilakukan di Desa Wae Rebo1. Menikmati Pemandangan AlamWae Rebo adalah sebuah desa kecil yang berada pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Bisa dibayangkan betapa tingginya kawasan wisata ini? Itu sebabnya kebanyakan orang menyebut tempat ini “Desa di Atas Awan”.Begitu tingginya kawasan desa wisata ini, Anda bisa menyaksikan pemandangan alam yang sangat indah di Mengamati Arsitektur Unik Rumah KerucutDesa Senge merupakan salah satu warisan kuno yang perlu dilestarikan oleh Indonesia dan menjadi salah satu situs wisata terbaik yang dimiliki Indonesia. Jadi, kalau Anda sudah berada di sini, ada baiknya sih jika mengamati setiap detail arsitektur rumah adat yang unik terutama yang datang dari mancanegara suka mengunjungi tempat ini karena terpukau dengan kerumitan arsitektur Mbaru Hunting FotoSaking indahnya kawasan wisata ini, maka sayang sekali kalau Anda melewatkan waktu untuk hunting beberapa spot foto. Kawasan desa wisata ini memiliki sebuah panorama alam yang amat menakjubkan. Mau hunting foto dengan konsep alam atau human interest juga bisa. Setiap sore ada anak-anak yang bermain dengan asyik. Anda tidak akan menyesal telah mengunjungi desa wisata satu salah satu desa kuno di Indonesia, merupakan tanggung jawab masyarakat Indonesia untuk menjaga warisan ini tetap hidup. Wae Rebo adalah tempat yang wajib dikunjungi setelah anda menikmati Sailing Komodo trip labuan bajo. Jalan Soekarno Hatta depan le pirates, Labuan Bajo, East Nusa Tenggara, 86754, IndonesiaShow on MapWae Rebo Pinisi is a 109-sqm wooden traditional boat which operates in Labuan Bajo and Komodo National Park. It has 4 air-conditioned rooms and can accommodate up to 12 persons. The shared bathroom is equipped with hot water shower. The boat features a dining area, a karaoke area, a spacious sundeck, and a shared kitchen with a refrigerator. The boat is equipped with a Garmin GPS 850 with fish finder, four units of handy talky, a marine radio with distress signal, a dinghy boat, life vests, fire extinguishers, and two units of 15KVA generator. It also has 5500 litre of fresh water tank. During the trip you can engage in various activities, such as diving, fishing and hiking. The property offers a free airport shuttle service from Labuan Bajo MoreBe the first to post a review after your stay9 places of interest within 1km, from Shuttle ServiceRestaurantExclusive Beach AreaDivingSnorkelingShow All AmenitiesRoomsPoliciesServices & Amenities

labuan bajo wae rebo trip